Libernesia.com- Siapa yang tidak kenal dengan KH. Abdurrahman Wahid atau Gusdur presiden ke 4 Indonesia. Sebelum menjadi presiden Gusdur aktif di organsiasi menjadi Ketua PBNU dan juga pernah aktif di Forum Demokrasi pada 1990an.
Gusdur juga aktif menjaga kebhinekaan, tidak alergi datang memenuhi undangan agama lain.
Setiap momen perayaan Natal, Banser selalu menjaga gereja, tapi tahukah latar belakang nya seperti apa, Gusdur punya peran loh??
Baca Juga: Ungkapan Menyentuh Hati di Hari Ibu, Untuk Ibu, Wanita Cantikku
Seperti dilansir Libernesia dari jatim.nu.or.id yang menjelaskan latar belakang Banser menjaga gereja.
Hal itu terjadi pada Hari Raya Natal 25 Desember 1996, Latar belakangnya adalah peristiwa kerusuhan massa yang berakhir dengan pembakaran gereja di Situbondo.
Walau tidak dinyatakan secara implisit, perintah Gusdur kepada Banser untuk mengamankan gereja di Situbondo dapat dibaca sebagai pertanggungjawabannya atas perusakan gereja di Situbondo, di tapal kuda Jawa Timur yang notabene adalah basis warga Nahdlatul Ulama atau Nahdliyin.
Baca Juga: Bolehkan Merayakan Hari Ibu ? Simak Penjelasan Para Ulama Mesir Ini
Sebelum Natal 1996 itu, Gusdur sempat ditanya oleh seorang anggota Ansor Jawa Timur soal hukumnya seorang muslim menjaga gereja. Gusdur kira-kira menjawab begini:
“Kamu niatkan jaga Indonesia bila kamu enggak mau jaga gereja. Sebab gereja itu ada di Indonesia, tanah air kita. Tidak boleh ada yang mengganggu tempat ibadah agama apa pun di bumi Indonesia,” kata Gusdur ditirukan oleh Nusron Wahid, yang saat itu masih kuliah di Universitas Indonesia, dan di kemudian hari menjadi Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor.
Berdasarkan itulah maka Choirul Anam, atau Cak Anam, selaku Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Ansor Jawa Timur, langsung memerintahkan seluruh anggota Banser untuk aktif menjaga gereja di malam Natal.
Baca Juga: Ribuan Banser NU Lakukan Pengamanan Selama Muktamar Berlangsung
Tak urung tragedi pun muncul. Di malam Natal 2000, persisnya pada 24 Desember 2000, seorang anggota Banser, bernama Riyanto, tewas karena melindungi gereja Eben Haezer, Mojokerto. Saat itu gereja dihebohkan oleh bingkisan, yang setelah dibuka ada kabel-kabel. Bom!
Riyanto berinisiatif menjauhkan bom dari gereja yang dijaganya. Ia pun berlari sembari membawa bom tersebut. Nahas, bom meledak tak lama setelah dibuang ke selokan, dan tubuh Riyanto pun terlempar hingga ke atas gereja. Riyanto tewas seketika. Dia menjadi martir yang mengorbankan tubuhnya sendiri untuk menjaga kebinekaan.