Libernesia.com - Pjs Direktur Utama PD Petrogas Giovanni Bintang Raharjo yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan laporan keuangan ternyata telah menjadi top manajemen perusahaan BUMD di Kabupaten Karawang selama 14 tahun.
Sepanjang 14 tahun di masa Bupati Karawang dijabat Ade Swara dan Cellica Nurrachadiana, Giovanni bolak-balik menjabat top manajemen perusahaan BUMD Karawang.
Ade Swara menjabat Bupati Karawang periode 2010-2015. Sedangkan Cellica menjabat Pelaksana Tugas Bupati Karawang periode 2014-2015 yang kemudian menjadi Bupati Karawang periode 2017-2023.
Baca Juga: Pengurus Parpol Lolos Seleksi Dewas Petrogas Karawang, Apa Kabar Pansel...?
Sementara Giovanni pernah menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Petrogas pada tahun 2012–2014. Kemudian diangkat menjadi Direktur Utama periode 2014–2019, dan kembali ditunjuk Penjabat Sementara (Pjs) Direktur Utama Petrogas pada tahun 2019 hingga 2025.
Giovanni Bintang Raharjo yang tercatat lulusan Teknik Mesin dari Institut Teknologi Bandung dan memiliki Magister of Science di bidang Chemical and Process Engineering dari University of Sheffield, Inggris.
Ia pertama kali menduduki top manajemen Petrogas setelah dilantik Bupati Karawang yang saat itu masih dijabat Ade Swara.
Sebelum dipercaya sebagai DIrektur Utama di PD Petrogas Persada, Giovanni merupakan Direktur Teknik, PT Kereta Bangun Perkasa yang bergerak di bidang pertambangan bauksit dan batubara.
Baca Juga: Gelar Sidang Paripurna DPRD Karawang Bentuk Pansus Raperda Pengelolaan Air Limbah Domestik
Kejaksaan Negeri Karawang, pada Rabu (18/6/2025) malam menangkap mantan Giovanni terkait kasus dugaan penyimpangan laporan keuangan yang mengakibatkan kerugian negara Rp7,1 miliar.
Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Syaifullah dalam keterangannya menyampaikan penangkapan Giovanni dilakukan setelah pihaknya menetapkan tersangka kasus penyimpangan laporan keuangan perusahaan periode 2019 hingga 2024.
Dari hasil penyidikan, terungkap bahwa tersangka Giovanni melakukan penarikan dana dari rekening perusahaan secara tidak sah sejak tahun 2019 hingga 2024, dengan total nilai mencapai Rp7.115.224.363.
Penarikan dana tersebut dilakukan tanpa dasar hukum dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara administratif maupun keuangan.
"Perbuatan tersangka menimbulkan kerugian negara sebesar Rp7,1 miliar," katanya.