Sambil meminum teh, Waria itu bercerita pengalaman nya, aku lupa dia bercerita apa saja, hanya beberapa yang aku ingat, meskipun dia sebagai waria, tetapi sangat menginginkan untuk bisa pergi ke Tanah Suci Mekah.
Dia kembali menuturkan bahwa sekarang katanya, ia sudah menunaikan ibadah haji, dia di gundulin sama orang- orang disana, mungkin karena rambutnya panjang. Tapi baginya pengalaman itu sangat berkesan.
Baca Juga: Jangan Ge'er Dulu, Ini Tanda Pria Jika Mau Menjalin Hubungan Serius dengan Wanita
Tak lama, adzan magrib berkumandang memecah gemericik hujan. Waria itu kemudian pamit untuk ikut sholat berjamaah di Masjid, karena memang rumahnya tidak jauh dari masjid.
Aku baru mengerti bahwa apa yang kita anggap buruk belum tentu buruk, memandang orang hanya lewat penampilan luar adalah kekeliruan terbesar.
Singkat cerita aku pun menginap bukan dirumah waria itu, tapi di sekretariat PMII Uniku.
Singkat cerita di keesokan harinya aku mengantar Aras belajar kelompok di rumah temannya, kebetulan temannya itu punya pabrik kerupuk, sempat aku mencicipi kerupuk yang baru diangkat di penggorengan, entah siapa laki-laki bertubuh kekar dan berkumis tipis itu, mungkin itu pemilik pabrik kerupuknya.
Selesai mengantar aras belajar kelompok, kami berdua langsung menuju Linggar Jati untuk menghampiri Pak Amir di rumahnya, dia adalah lulusan Magister Pendidikan, dia ada dalam kalangan keluarga Muhammadiyah, ramah dan santun membuatku merasa nyaman. Di belakang rumah Pak Amir, terlihat Gunung Ceremai yang tingginya mampu menembus awan, ini sungguhan gunung bukan bayangan.
Kami berbincang- bincang diruang tamu, di meja itu banyak buku yang ditumpukan dan pas bunga khiasan, setelah berbincang, kami naik ke kamar lantai dua, kamarnya kecil, disitu ada white bor dan meja-meja kecil untuk menulis.
Kami pun mulai membuka buku untuk belajar bersama. krekkk, krekkkkk ! suara jendela kamar yang terbuka, anginnya dingin, ternyata gerimis. Ruangan itu penuh dengan canda tawa, Istri Pak amir datang mengatar kopi dan pisang goreng yang tersaji di piring putih.
Dirungan kecil itu kami belajar bahasa Inggris, Aras yang jadi pengajarnya, belajar yang sangat menyenangkan, aku mendapat pelajaran berharga dari Pak Amir bahwa tidak ada kata terlambat untuk belajar.
Lanjut ke Part III. . .
Artikel Terkait
Polres Karawang Uji Coba Penerapan Ganjil - Genap Jelang Natal dan Tahun Baru 2022
Hasil Lower Bracket M3 Mobile Legends, RRQ Hoshi Kalah Telak Melawan Blacklist Internasional
Warganet Keluhkan Minimnya Pencahayaan di Sepanjang Jalan Baru Karawang
Kepala Disnakertrans Ajak DPC HILLSI Kabupaten Karawang Ciptakan SDM Unggul
Cegah Politik Uang, Forum Muda NU Minta KPK Awasi Muktamar NU di Lampung