Libernesia.com - Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI) menyebut Indeks Pembangunan Prestasi (IPP) di Indonesia memprihatinkan. Hingga saat ini, rendahnya budaya literasi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhinya.
Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda mengungkapkan Hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang diterbitkan pada maret 2019 lalu memotret sekelumit masalah pendidikan Indonesia.
Baca Juga: Belum Terdaftar Bacaleg Ini Sudah Nyawer Duit, Bawaslu Diminta Segera Bertindak
"Dalam kategori kemampuan membaca, sains, dan matematika, skor Indonesia tergolong rendah karena berada di urutan ke-74 dari 79 negara. Ini benar benar menjadi masalah nasional kita," kata Huda dalam acara Kunjungan Kerja Peningkatan Literasi dan Tenaga Perpustakaan Komisi X DPR RI di Aula Lantai 3 Gedung Singaperbangsa Pemda Karawang, Kamis (6/4/2023) pagi.
Huda menjelaskan, dari hasil evaluasi serta penilaian objektif menyangkut literasi di Indonesia, Komisi X DPR RI membeberkan apa saja faktor faktor yang menyebabkan rendahnya minat baca di Indonesia, yang diakuinya menjadi pekerjaan rumah cukup berat.
Ia mulai merinci faktor pertama ialah ketersediaan bahan baca. Ketimpangan akses bahan baca di Indonesia masih cukup tinggi.
"Jika di Eropa atau Amerika 1 orang bisa berpotensi mengakses 100 buka, di Indonesia 1 buku digunakan untuk 12 orang. Jelas ini sangat timpang sekali," ucapnya.
Baca Juga: Bawaslu Karawang Bungkam Soal Amplop Seratus Ribuan Bergambar Bacaleg
Selanjutnya, pengelolaan literasi yang ada di perpustakaan. Tenaga pustakawan di Indonesia baru terpenuhi sekitar 7,2 persen. Kekurangan yang mencapi 92 persen tersebut tentu masuk dalam kategori darurat.
"Pemerintah pusat harus mempertimbangkan untuk membuka CPNS atau seleksi P3K untuk pendidikan berbasis perpustakaan sekolah, khusus dan daerah yang menurut data kami, masih butuh sekitar 126 ribu orang tersebar di seluruh Indonesia," terangnya.***